Take a fresh look at your lifestyle.

Belajar dari Tukang Sampah

0 1,393

image
Lebaran kali ini saya tidak kemana-mana. Sepertinya sudah bertahun-tahun lamanya akhirnya saya bisa merasakan sensasi jadi warga asli yang tidak sibuk mudik. Hiburan satu-satunya selain ke mall tentu saja menonton televisi.

Saya iseng memencet remote, hingga akhirnya pandangan mata saya berhenti pada sebuah tayangan film dokumenter berbahasa Inggris di Kompas TV. Hanya dalam beberapa detik saya menonton sekilas, akhirnya saya malah terpaku untuk menonton sampai habis.

Itu adalah tayangan film dokumenter televisi BBC London yang berjudul ‘Toughest Place to be a binman’. Kalau tidak salah di awal tahun 2012 film dokumenter berdurasi 1 jam ini pernah ditayangkan di BBC secara global.

Film ini ingin mengangkat realita sosial kehidupan seorang tukang sampah di Jakarta yang sedemikian jomplangnya bila dibandingkan dengan kehidupan seorang tukang sampah di London, Inggris.

Selama 10 hari, Wilbur Ramirez seorang tukang sampah di London
mengikuti Imam Syafii yang bekerja mengumpulkan sampah di Jakarta. Sebuah kota yang disebut Wilbur sebagai kota dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, lengkap dengan masalah sampah yang tak kunjung teratasi.

Selama 10 hari, Wilbur tinggal di bedeng kumuh milik Imam. Wilbur mengikuti aktivitas Imam sebagai tukang sampah dari pagi hingga sore dengan berbekal alat seadanya, hanya gerobak sampah, alat penggaruk sampah, sapu dan serokan.

Hal ini sungguh membuat Wilbur tak habis pikir. Sama-sama tukang sampah, namun Wilbur jauh lebih beruntung. Pekerjaan Wilbur jauh lebih ringan karena dilengkapi dengan alat-alat yang sedemikian modern dan Wilbur tidak perlu berkotor-kotor ria seperti yang dilakukan oleh Imam. Wilbur tinggal di sebuah rumah cukup besar untuk seorang istri dan dua orang anaknya. Sedang Imam hanya bisa berpuas diri dengan gaji 900 ribu dan tinggal di bedeng yang sangat jauh dari layak.

Belum lagi jam kerja Imam lebih dari 12 jam sehari dan bekerja setiap hari. Setelah selesai mengangkut sampah dari hampir seratus rumah mewah dia mesti memilah-milah sampah lagi. Imam mengaku bisa mendapatkan uang 200ribu dari hasil penjualan sampah ‘pilihan’ selama sebulan.

Dengan jam kerja yang tidak manusiawi dan bayaran yang jauh dari layak. Imam masih sering kena omelan para orang-orang kaya yang mempekerjakannya bila sehari saja gerobaknya tidak berkeliaran. Makanya setiap Imam terpaksa harus ‘off’ karena sakit atau mengantar anak istri yang sakit, Imam sengaja memparkir gerobaknya di suatu tempat agar terlihat oleh warga komplek.

Pekerjaan Imam bertambah berat saat musim pengujan tiba. Imam tak hanya harus mengangkut sampah dari tempat sampah warga tetapi juga harus bekerja ekstra mengeruk sampah yang membuat saluran air warga komplek ‘mampet’.

Pada hari terakhir, Wilbur mengambil alih pekerjaan Imam. Sepanjang hari, Wilbur mengangkut sampah dari puluhan rumah warga sambil mendorong gerobak. Butuh lebih dari tiga putaran bagi Wilbur untuk melakukan semuanya.

Sekalipun Wilbur bertubuh besar dan kekar seperti Mike Tyson, Wilbur mengaku ‘tepar’ menggantikan pekerjaan Imam yang berperawakan kerempeng seorang diri. Wilbur tak habis pikir bagaimana Imam bisa mengerjakan semuanya seorang diri.

Wilbur bisa mengerti satu-satunya alasan Imam untuk bertahan adalah seorang istrinya yang cantik dan seorang balitanya yang lucu. Tanpa itu semua, mustahil imam bisa bertahan menjadi tukang sampah di Jakarta.

Di satu kesempatan, Wilbur dipertemukan dengan salah seorang perwakilan warga komplek yang mempekerjakan Imam. Kebetulan salah seorang perwakilan adalah perempuan keturunan Cina yang fasih berbahasa Inggris. Wilbur meminta kebijakan warga komplek untuk menaikan gaji Imam. Sang perwakilan berjanji untuk berdiskusi dengan warga lain untuk menaikkan gaji Imam.

Dalam hati saya, ya ampun warga menengah ‘ngehe’ di Jakarta yang rumahnya seperti istana begitu bisa-bisanya bilang mesti mikir untuk menaikan iuran sampah. Saya langsung berhitung kalau puluhan rumah iuran hanya bisa membayar Imam 900ribu saja per bulan. Berapa iuran bulanan mereka???

Saya yang tinggal di pinggiran jakarta, dengan ukuran rumah yang jauh lebih mungil dari rumah warga komplek di tayangan dokumenter itu, tidak protes ditarik iuran sampah 130ribu per bulan. Mungkin orang semakin kaya semakin berhitung.

Related Posts
1 daripada 26

Di akhir cerita, Wilbur meninggalkan bedeng Imam setelah 10 hari hidup bersama untuk kembali ke London. Terlihat juga cuplikan kehidupan Wilbur di London. Kehidupan Wilbur 180 derajat jauh berbeda dengan Imam. Profesi tukang sampah disana adalah salah satu profesi ‘terhormat’ bergaji besar. Tukang sampah dianggap penting di negara maju.

Seperti kebanyakan negara maju di Eropa, Amerika, Singapura, Jepang, dll setiap warga terbiasa memilah sampah secara mandiri. Ada plastik sampah berisi bahan organik yang gampang membusuk seperti sayuran,buh dan lain-lain, sampah plastik, sampah logam, bahkan kertas terpisah dari sampah lain. Sekalipun itu tempat sampah sendiri, warga dilarang keras membuang asal bisa didenda. Jadinya ya tukang sampah di sana hanya tinggal angkut, tidak kotor dan sampai pabrik pengolahan sampah tak perlu capek memilah.

Wilbur berharap, gaji Imam benar-benar naik seperti janji wakil warga komplek saat itu. Wilbur berharap suatu hari saat ke Jakarta, Imam sudah tidak tinggal di bedeng itu. Tetapi Imam sudah menjadi ‘sesuatu’ berhasil keluar dari kemiskinan.

Perlu diketahui bahwa, jumlah orang miskin di Jakarta terus bertambah. Data terbaru yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan adanya kenaikan tingkat kemiskinan di Ibu Kota.

Tercatat, jumlah penduduk miskin di DKI sebanyak 375,70 ribu orang (3,72 persen) per September 2013. Angka itu naik, jika dibandingkan data tahun sebelumnya di bulan yang sama yaitu 366,77 ribu orang (3,70 persen).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2013, Jakarta menempati urutan ketujuh provinsi dengan penduduk miskin paling banyak setelah Banten dan Sumatera Selatan.

Urutan pertama ditempati Jawa Barat dengan 2.626,16 warga miskin, kedua Jawa Tengah 1.879,73. Disusul Jawa Timur 1.662,03, Sumatera Barat 689,21, Banten 414,46, Sumatera Selatan 375,96, dan DKI Jakarta 375,70 warga miskin.

BPS DKI mencatat, ada 10 Kelurahan di Jakarta yang masuk dalam predikat potensi kerawanan sosial atau bisa dikatakan rawan miskin. Variabel indikatornya adalah lingkungan dan kesehatan, seperti saluran air yang bermasalah dan tumpukan sampah.

Menurut data BPS Januari 2014, Jakarta masih menempati posisi teratas sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan di 82 kota di Tanah Air menyebutkan, rata-rata biaya hidup per bulan di Jakarta mencapai Rp7.500.726, dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga 4,1 orang. Dengan kata lain, rata-rata biaya hidup di Jakarta per orang Rp1.829.445 per bulan atau Rp60.981 per hari.

Namun, sayangnya masih banyak warga Jakarta seperti Imam yang bergaji di bawah sejuta. Bisa dibayangkan bagaimana mereka bisa hidup?

Keberadaan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar tidak bisa bekerja maksimal karena terbentur inflasi yang semakin tinggi. Inflasi tersebut memengaruhi pendapatan dan pengeluaran masyarakat.

Mengingat tingkat inflasi di Jakarta selama 2013, sebesar 8 persen. Jumlah itu, lebih tinggi dari inflasi 2012 yang hanya 4,52 persen. Namun, angka ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 8,38 persen.

Sementara itu, menurut survei yang dilakukan para ekonom Universitas Padjadjaran, Jakarta merupakan kota dengan tingkat ketimpangan tertinggi di Indonesia mencapai 0,42 persen. Ketimpangan ini terlihat dari banyaknya aset yang dimiliki segelintir orang di Jakarta. Pembeli Lamborghini Aventador berharga 15 milyar, terbanyak di dunia bahkan ada di Jakarta.

Pada tahun yang sama terdapat 20 persen orang kaya di Jakarta yang menikmati 49 persen pendapatan nasional. Di sisi lain, 40 persen kelompok termiskin di Jakarta hanya menikmati 16 persen pendapatan nasional. Perlu diketahui, bahwa pendapatan perkapita nasional tahun 2013 menurut data BPS adalah 36,5 juta rupiah.

Jadi kesimpulannya di Jakarta, ada jurang pemisah yang sangat besar antara si kaya dan si miskin. Bagi orang seperti Imam syafii, uang 50 ribu adalah jumlah yang cukup besar untuk konsumsi sehari. Sedang tidak sedikit orang Jakarta yang biaya parkir sehari saja 50 ribu.

Terlepas dari besar kecil pendapatan, semua tergantung dari rasa syukur yang dimiliki. Pendapatan 100 juta per bulan pun akan terasa kurang bila tak punya rasa syukur.

Tak dapat dipungkiri bahwa pengeluaran seringkali mengikuti pendapatan. Orang seperti Imam dengan pendapatan hanya 900 ribu per bulan mungkin tidak pernah terpikir beli sabun cair botol kecil seharga ratusan ribu merek Body Shop, begitupun Imam tidak butuh pulsa internet untuk menghidupi gadget-gadgetnya. (risma)

Tinggalkan komen