Take a fresh look at your lifestyle.

Aset Kripto Bergerak Variatif, Investor Khawatir Data Inflasi AS

0 1,331
foto : ilustrasi (ist)

Jakartakita.com – Performa market kripto di pekan ini tampak bervariatif. Sejumlah kripto big cap terpantau masuk zona hijau, namun rentan untuk kembali anjlok.

Apa yang menyebabkan gerak anomali kali ini?

Melansir situs CoinMarketCap pada Rabu (12/10) pukul 13.00 WIB, dari 10 aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar atau big cap terjebak di zona hijau dalam 24 jam terakhir. Seperti, nilai Bitcoin (BTC) melonjak 0,33% ke US$ 19.157 per keping, tapi turun 5,18% selama seminggu terakhir.

Sementara, Ethereum (ETH) ikut naik tipis 0,50% ke US$ 1.291 di waktu yang sama dan minus 4,31% sepekan terakhir.

Altcoin lainnya, Solana (SOL) dan Dogecoin (DOGE) turun tipis, walaupun masih di bawah 1% di waktu yang sama.

Menanggapi hal ini, trader Tokocrypto, Afid Sugiono mengungkapkan, bahwa kondisi ini disebabkan lantaran investor khawatir dengan pandangan hawkish terbaru The Fed melalui risalah rapat (minutes of meeting) bulan September lalu, yang akan rilis pada Rabu (12/10).

“Selain itu, investor juga menanti CPI atau data inflasi AS yang akan rilis sehari setelahnya. Sebab, kedua data itu bisa memberikan sinyal terkait kebijakan moneter yang akan ditempuh The Fed ke depan. Kabarnya mereka harus mengimplementasikan kebijakan yang lebih restriktif demi mengarahkan inflasi AS ke angka 2%,” kata Afid, Rabu (12/10).

Meski demikian, lanjutnya, investor yakin bahwa The Fed tetap akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin pada November mendatang, terlepas dari tingkat inflasi yang membaik atau memburuk.

Pengaruh Data Inflasi AS

Consumer Price Index (CPI) atau indeks harga konsumen adalah indeks harga yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

Related Posts
1 daripada 3,176

CPI ini sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi di AS.

Jika inflasi meningkat lebih lanjut, permintaan untuk aset kripto mungkin akan terkena dampak negatif.

Adapun tingkat inflasi tahunan AS turun untuk dua bulan berturut-turut menjadi 8,3% pada Agustus 2022 atau terendah dalam 4 bulan terakhir.

Pada pengumuman inflasi bulan lalu, Selasa, 14 September 2022, Bitcoin (BTC) turun hingga US$ 1.000 ke bawah level US$ 22.000 hanya dalam waktu 3 menit.

Indeks saham AS juga menghadapi penurunan yang sama.

“Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan investor untuk berinvestasi lebih banyak dalam uang fiat, sehingga menjauh dari market. Sehingga, wajar saja jika investor memilih bersikap wait and see selama dua hari terakhir,” ucap Afid.

Menurut Afid, investor tak begitu mengkhawatirkan penguatan nilai Dollar AS pada saat ini.

Namun, mereka lebih mengkhawatirkan potensi keperkasaan Dollar AS dalam beberapa hari ke depan, jika memang data inflasi AS dan laporan risalah rapat The Fed tidak sesuai harapan.

Market juga tertekan dengan ekosistem kripto yang saat ini tertimpa sejumlah kabar buruk. Mulai dari platform DeFi di jaringan Solana, Mango, dikabarkan mengalami peretasan dan mengakibatkan aset kripto senilai US$ 100 juta raib.

Di saat yang sama, The Securities and Exchange Commission (SEC) juga menolak pendaftaran produk Exchange-Traded Fund (ETF) berbasis Bitcoin yang diajukan WisdomTree.

“Dari segi analisis, gerak Bitcoin sedang re-test menuju harga US$ 19.268. Dan level support terdekat BTC berada di US$ 18.860, jika mengalami breakdown kembali koreksi atau turun. Saat ini, bertambahnya volume perdagangan menjadi salah satu syarat untuk mendorong harga Bitcoin agar kembali naik dan mendapat sentimen positif dari pasar,” beber Afid.

Tinggalkan komen